Rabu, 27 Mei 2015

Karya Tulis

Makanan dan Jajanan Santet ala Banyuwangi

            Kepopuleran suatu daerah merupakan suatu ciri khas tersendiri bagi masyarakat yang pernah berkunjung atau sekedar tahu akan informasi dari daerah tersebut. Ciri khas tersebut selalu dikaitkan dengan kejadian bersejarah yang membuat masyarakat selalu mengingat fenonema itu sebagai ikon. Jika ikon tersebut sudah melekat di masyarakat, tidak akan sulit menarik wisatawan untuk berkunjung ke daerah tersebut. 
            Menurut Wikipedia (2013) Banyuwangi merupakan kabupaten terluas di Jawa Timur bahkan di Pulau Jawa. Luas wilayahnya sekitar 5.782,5 km2 yang terdiri dari daratan rendah hingga pegunungan. Jika dilihat bentang alamnya, Kabupaten Banyuwangi memiliki banyak potensi yang bisa dikembangkan mulai dari puncak gunung hingga daerah di sekitar hilir pantai. Tidak salah jika, Kabupaten Banyuwangi pernah menduduki peringkat ke-11 dari daftar 50 kabupaten/kota terkaya se-Indonesia tahun 2012 yang dirilis oleh Warta Ekonomi Edisi 12 Tahun 2012 (antaranews.com, 2012). 
Kabupaten Banyuwangi memiliki banyak potensi desa yang bisa dikembangkan di sektor pariwisata, mengingat juga daerahnya bersebrangan dengan Pulau Bali maka dapat digunakan sebagai jalur persinggahan yang strategis. Hal tersebut dilirik oleh Hukmania Airlanggiwati, Kepala Badan Pemeriksa Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur (Bappeda Pemprov Jatim). Menurut Hukmania, dari sembilan kabupaten di Jatim, salah satunya Kabupaten Banyuwangi dinilai memiliki potensi desa wisata yang layak untuk dijual. Potensi itu dapat dimanfaatkan untuk mendongkrak pendapatan domestik sebagai sarana pemerataan kesejahteraan sosial di masyarakat (ppid.banyuwangikab.go.id, 2013).
Sejalan dengan hal itu, Kabupaten Banyuwangi memiliki sebelas potensi wisata alam (ecotourism) yang bisa dikunjungi, antara lain: Kawah Ijen, Pantai Plekung (G-Land), Pantai Rajeg Wesi, Pantai Suka Made, Teluk Hijau (Green Bay), Pulau Merah (Red Island), Taman Nasional Baluran, Air Terjun Lider, Agrowisata Kalibendo, Pantai Watu Dodol, dan Tamansuruh (bintangtenggarafm.com, 2013). Kesebelas wisata alam tersebut memiliki daya pikat yang sangat menarik bagi para wisatawan. Bahkan tidak hanya wisatawan domestik saja yang datang berkunjung tetapi banyak wisatawan asing yang memadati lokasi tersebut untuk berselancar di area G-Land. Pantai Plekung atau yang biasa dikenal dengan sebutan G-Land merupakan pantai yang memiliki ombak tertinggi dan terpanjang kedua setelah Hawai. Potensi wisata alam tersebut dapat dipadukan dengan menjajakan makanan khas Banyuwangi.
  Makanan khas setiap daerah di Indonesia berbeda-beda, meskipun sebagian memakai bahan yang sama tetapi cara pengolahannya disesuaikan dengan tradisi lingkungan sekitar. Hal itu yang membuat cita rasa masakan Indonesia tidak akan pernah sama. Khusus di daerah Banyuwangi makanan dan jajanan khas yang terkenal adalah Bagiak, Sego Cawuk, Sale Pisang, Rujak Bakso, Rujak Soto, dan Sego Tempong (rimanovidaayulian.blogspot.com, 2012). Beberapa makanan dan jajanan tersebut jika diperdagangkan di sekitar area wisata, pasti akan menarik perhatian pengunjung. Agar lebih menarik perhatian para wisatawan yang berkunjung, makanan dan jajanan khas yang diperdagangkan harus dikemas unik dan menarik. Meskipun dikemas unik dan menarik namun cita rasa makanan dan jajanan khas daerah harus tetap ditonjolkan.
Makanan atau jajanan khas Banyuwangi yang sering dikenal oleh masyarakat adalah Bagiak. Menurut Rima (2012) Bagiak adalah oleh-oleh khas Banyuwangi yang berbentuk kue kering berbahan dasar tepung sagu. Rata-rata kue Bagiak yang diperdagangkan berwarna kuning keemasan. Selain itu, bentuk dari kue Bagiak selalu memanjang, hal tersebut terkesan sangat monoton dan cenderung bosan. Agar lebih bervariasi dan menarik para konsumen, penampilan kue Bagiak bisa dikombinasikan dengan berbagai warna dan bentuk. Warna dan bentuk yang dipilih harus disesuaikan dengan hal yang sudah populer di masyarakat tentang Banyuwangi.
Banyuwangi adalah suatu daerah yang pernah dikenal dengan sebutan kota santet. Sebutan Banyuwangi sebagai kota santet memang tidak terbantahkan (kanal3.wordpress.com, 2012). Kejadian itu diperkuat dengan peristiwa terbunuhnya 100 orang karena dituduh memiliki ilmu santet. Menurut Hasnan Singodimayan salah seorang budayawan Banyuwangi membenarkan peristiwa yang terjadi pada tahun 1998 dan dikenal dengan sebutan tragedi santet. Akibat dari kejadian tersebut, nama Banyuwangi sempat buruk di media nasional bahkan internasional. Sebenarnya ilmu santet dalam pengertian masyarakat Banyuwangi tidak selalu bertujuan untuk menghabisi nyawa seseorang yang dianggap musuhnya. Hanya saja santet digunakan sebagai ilmu sihir biasa yang juga terdapat di daerah-daerah lainnya. Warna santet pun beragam, antara lain santet hitam (black magic), santet merah (red magic), santet kuning (yellow magic), dan santet putih (white magic).  
Kepopuleran santet dimasa lalu tersebut memicu berbagai anggapan negatif dari masyarakat. Kecemasan itu semakin bertambah jika ada saudara atau kerabat yang bertugas di daerah Banyuwangi. Oleh karena itu, jika hal tersebut dibiarkan pasti akan merusak citra Banyuwangi yang pernah meraih penghargaan dari Bappeda Pemprov Jatim sebagai daerah yang memiliki banyak potensi wisata. Sependapat dengan hal tersebut, Abdullah Azwar Anas selaku Bupati Banyuwangi mendukung gagasan baik dari Bappeda Pemprov Jatim dengan memberikan bantuan bagi para warga yang mendukung gerakan pemerintah kabupaten untuk peningkatan di sektor pariwisata (ppid.banyuwangikab.go.id,  2013).
Berbekal potensi wisata alam yang menarik, tidak akan sulit untuk meminimalisir isu santet yang sudah berkembang di masyarakat. Hal itu akan terwujud, jika ada kerjasama yang sinergis antara pemerintah dengan warga Banyuwangi. Menurut laporan World Trade Organization (WTO), secara akumulatif sektor pariwisata mampu mempekerjakan sekitar 230 juta lapangan pekerjaan dan memberikan kontribusi ratusan milyar dollar terhadap perekonomian di berbagai negara (keuda.kemendagri.go.id, 2011). Sejalan dengan hal itu, peningkatan perekonomian di daerah Kabupaten Banyuwangi dapat didongkrak dengan membuka lapangan kerja. Lapangan kerja yang cocok untuk dipadukan dengan potensi wisata yang ada di daerah Banyuwangi adalah dengan menjajakan makanan dan jajanan khas di tempat wisata. Agar lebih menarik konsumen, makanan dan jajanan khas yang dijajakan haruslah memiliki latar belakang sejarah Banyuwangi. Hal tersebut dimaksudkan untuk pengenalan dan pemahaman tentang asal-usul Banyuwangi. Selain itu juga dapat digunakan sebagai sarana untuk memperbaiki anggapan yang salah di masyarakat tentang Banyuwangi.
Misalnya, kue Bagiak yang biasa dikenal masyarakat sebagai jajanan khas Banyuwangi bisa dirubah bentuk dan warnanya menyerupai santet. Hal tersebut pasti akan menimbulkan tanya pada setiap konsumen yang melihatnya. Jika ada konsumen yang bertanya mengenai bentuk dan warna yang berbeda dari biasanya, itu merupakan langkah awal penyampaian informasi sekaligus sebagai pembenaran mengenai isu santet yang hampir membuat resah masyarakat di luar Banyuwangi. Perubahan tersebut tidak hanya difokuskan pada Bagiak saja, tetapi juga dapat diterapkan pada makanan dan jajanan khas Banyuwangi yang lain.
Pembuatan makanan dan jajanan khas dengan inovasi baru tersebut, secara tidak langsung pasti akan menyedot para warga sekitar area wisata untuk berlomba-lomba mengkreasikan hasil buatannya sendiri. Selain dapat menambah pendapatan, hal tersebut dapat menarik ribuan warga untuk berwirausaha secara mandiri. Jika di setiap daerah wisata diberlakukan hal yang demikian, tidak hanya pertumbuhan ekonomi yang akan semakin meningkat tapi makanan dan jajanan khas Banyuwangi akan dikenal luas oleh masyarakat. Dengan begitu, kepopoleran tragedi santet lambat laun akan semakin memudar dan Banyuwangi akan dikenal dengan daerah yang memiliki banyak potensi di masyarakat.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar